Shalihah atau tidaknya seorang perempuan bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi perempuan yang sudah menikah, tapi juga bagi sampaumur putri. MULIALAH wanita shalihah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, “Dunia ini ialah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan ialah wanita shalihah“. (HR. Muslim).
Dalam Al-Quran surat An-Nur: 30-31, Allah Swt. menawarkan citra wanita shalihah sebagai perempuan yang senantiasa bisa menjaga pandangannya. Ia selalu taat kepada Allah dan Rasul Nya. Make up- nya ialah basuhan air wudhu. Lipstiknya ialah dzikir kepada Allah. Celak matanya ialah memperbanyak bacaan Al-Quran. Wanita shalihah sangat memperhatikan kualitas kata-katanya. Tidak ada dalam sejarahnya seorang perempuan shalihah centil, suka jingkrak-jingkrak, dan menjerit-jerit dikala mendapat kesenangan. Ia akan sangat menjaga setiap tutur katanya biar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh makna dan bermutu tinggi. Dia sadar betul bahwa kemuliaannya bersumber dari kemampuannya menjaga diri (iffah).
Wanita shalihah itu murah senyum. Baginya, senyum ialah shadaqah. Namun, senyumnya tetap proporsional. Tidak setiap pria yang dijumpainya diberikan senyuman manis. Senyumnya ialah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain. Wanita shalihah juga bakir dalam bergaul. Dengan pergaulan itu, ilmunya akan terus bertambah. Ia akan selalu mengambil hikmah dari orang-orang yang ia temui. Kedekatannya kepada Allah semakin baik dan akan berbuah kebaikan bagi dirinya maupun orang lain. Ia juga selalu menjaga akhlaknya. Salah satu ciri bahwa imannya berpengaruh ialah kemampuannya memelihara rasa malu. Dengan adanya rasa malu, segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu terkontrol. Ia tidak akan berbuat sesuatu yang menyimpang dari bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Ia sadar bahwa semakin kurang iman seseorang, makin kurang rasa malunya. Semakin kurang rasa malunya, makin jelek kualitas akhlaknya.
Pada prinsipnya, wanita shalihah ialah perempuan yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Rambu-rambu kemuliaannya bukan dari aneka aksesoris yang ia gunakan. Justru ia selalu menjaga kecantikan dirinya biar tidak menjadi fitnah bagi orang lain. Kecantikan satu dikala bisa jadi anugerah yang bernilai. Tapi kalau tidak hati-hati, kecantikan bisa jadi sumber dilema yang akan menyulitkan pemiliknya sendiri. Saat mendapat keterbatasan fisik pada dirinya, perempuan shalihah tidak akan pernah merasa kecewa dan sakit hati. Ia yakin bahwa kekecewaan ialah pecahan dari perilaku kufur nikmat. Dia tidak akan merasa minder dengan keterbatasannya. Pribadinya begitu indah sehingga make up apa pun yang dipakainya akan memancarkan cahaya kemuliaan. Bahkan, kalaupun ia “polos” tanpa make up sedikit pun, kecantikan jiwanya akan tetap terpancar dan menyejukkan hati orang-orang di sekitarnya. Jika ingin menjadi wanita shalihah, maka belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui. Ambil ilmunya dari mereka. Bahkan kita bisa mencontoh istri-istri Rasulullah Saw. menyerupai Aisyah. Ia populer dengan kekuatan pikirannya. Seorang istri menyerupai dia bisa dijadikan gudang ilmu bagi suami dan anak-anak.
Contoh pula Siti Khadijah, figur istri shalihah penentram batin, pendukung setia, dan penguat semangat suami dalam berjuang di jalan Allah Swt. Beliau berkorban harta, kedudukan, dan dirinya demi membela usaha Rasulullah. Begitu kuatnya kesan keshalihahan Khadijah, sampai nama dia banyak disebut-sebut oleh Rasulullah walau Khadijah sendiri sudah meninggal.
Bisa jadi perempuan shalihah muncul dari alasannya ialah keturunan. Seorang pelajar yang baik adat dan tutur katanya, bisa jadi citra seorang ibu yang mendidiknya menjadi insan berakhlak. Sulit membayangkan, seorang wanita shalihah ujug-ujug muncul tanpa didahului sebuah proses. Di sini, faktor keturunan memainkan peran. Begitu pun dengan pola pendidikan, lingkungan, keteladanan, dan lain-lain. Apa yang tampak, bisa menjadi citra bagi sesuatu yang tersembunyi. Banyak perempuan bisa sukses. Namun tidak semua bisa shalihah. Shalihah atau tidaknya seorang perempuan bergantung ketaatannya pada aturan-aturan Allah. Aturan-aturan tersebut berlaku universal, bukan saja bagi perempuan yang sudah menikah, tapi juga bagi sampaumur putri. Tidak akan rugi kalau seorang sampaumur putri menjaga sikapnya dikala mereka berinteraksi dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Bertemanlah dengan orang-orang yang akan menambah kualitas ilmu, amal, dan ibadah kita. Ada sebuah ungkapan mengatakan, “Jika kita ingin mengenal langsung seseorang maka lihatlah teman-teman di sekelilingnya.”
Peran wanita shalihah sangat besar dalam keluarga, bahkan negara. Kita pernah mendengar bahwa di belakang seorang pemimpin yang sukses ada seorang perempuan yang sangat hebat. Jika perempuan shalihah ada di belakang para lelaki di dunia ini, maka berapa banyak kesuksesan yang akan diraih. Selama ini, perempuan hanya ditempatkan sebagai pelengkap saja, yaitu hanya mendukung dari belakang, tanpa tugas tertentu yang serius. Wanita ialah tiang Negara. Bayangkanlah, kalau tiang penopang bangunan itu rapuh, maka sudah niscaya bangunannya akan roboh dan rata dengan tanah. Tidak akan ada lagi yang tersisa kecuali puing-puing yang nilainya tidak seberapa.
Kita tinggal memilih, apakah akan menjadi tiang yang berpengaruh atau tiang yang rapuh? Jika ingin menjadi tiang yang kuat, kaum perempuan harus terus berusaha menjadi perempuan shalihah dengan mencontoh langsung istri-istri Rasulullah. Dengan terus berusaha menjaga kehormatan diri dan keluarga serta memelihara farji-nya, maka pesona wanita shalihah akan menempel pada diri kaum perempuan kita. Wallahualam.
Sumber: MQ Media On Line – Kolom AaGym – Taushiah