Kisah Al Baqarah (Sapi Betina) di Zaman Nabi Musa |
aqarah (Sapi Betina) di Zaman Nabi Musa – Singkatnya, tersebutlah di kalangan Bani Israil seorang kaya raya. Dia mempunyai saudara sepupu yang fakir. Tidak ada hebat waris selain dirinya. Ketika orang kaya tersebut tidak lekas mati, maka saudara sepupu ini membunuhnya semoga dia sanggup mewarisi hartanya. Lalu dia membawa jenazah saudaranya ke desa lain kemudian melemparkan di pelataran desa. Kemudian dia berlagak hendak menuntut balas. Dia bersama orang-orang mendatangi Nabi Musa ‘alaihissalam kemudian mereka memohon kepada Nabi Musa ‘alaihissalam semoga berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala supaya diberi keterangan mengenai pembunuh orang tersebut.
Kemudian Nabi Musa ‘alaihissalam memerintahkan mereka semoga menyembelih sapi dengan berkata kepada mereka:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kau menyembelih seekor sapi betina.” Mereka berkata: “Apakah kau hendak menimbulkan kami buah ejekan?” (QS. Al-Baqarah: 67).
Maksudnya, apakah engkau mengejek kami, padahal kami bertanya kepadamu mengenai orang yang terbunuh, dan engkau justru memerintahkan kami semoga menyembelih sapi.
Lantas Nabi Musa ‘alaihissalam menjawab:
“Aku berlindung kepada Allah semoga tidak termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-Baqarah: 67)
Maksudnya, termasuk orang-orang yang mengejek kaum mukmin.
Ketika orang-orang mengetahui bahwa menyembelih sapi merupakan rencana dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka mereka menanyakan ciri-ciri sapi tersebut kepada Nabi Musa ‘alaihissalam.
Ternyata di balik hal tersebut ada pesan yang tersirat besar, yaitu bahwa di kalangan Bani Israil terdapat orang shalih. Dia mempunyai anak pria yang masih kecil dan dia mempunyai anak sapi betina. Dia membawa anak sapi tersebut ke dalam hutan dan berkata, “Ya Allah! Saya menitipkan anak sapi ini kepada-Mu untuk anakku kelak jikalau dia dewasa.”
Selanjutnya orang shalih ini meninggal dunia, sehingga anak sapi ini masih di hutan hingga bertahun-tahun. Anak sapi itu berlari setiap kali dilihat oleh orang. Ketika anak orang shalih tadi telah dewasa, dia menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Dia membagi malamnya menjadi tiga bagian. Dia melaksanakan shalat dalam sepertiga malam, tidur dalam sepertiga malam, dan duduk di samping ibunya dalam sepertiga malam. Di pagi hari dia mencari kayu bakar yang ditaruh di punggungnya, kemudian tiba ke pasar untuk menjual kayunya sesuai kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kemudian dia menyedekahkan sepertiganya, memakan sepertiganya, dan memperlihatkan kepada sang ibu sepertiganya.
Pada suatu hari sang ibu berkata kepadanya, “Sesungguhnya ayahmu telah mewariskan anak sapi betina untukmu yang dia titipkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di hutan ini, maka berangkatlah! Berdoalah kepada Rabb Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Nabi Ismail ‘alaihissalam, dan Nabi Ishaq ‘alaihissalam semoga mengembalikan anak sapi tersebut kepadamu. Ciri-cirinya, jikalau engkau melihatnya, kau membayangkan seperti sinar matahari memancar dari kulitnya. Dia diberi nama ‘Al-Mudzahhabah’ alasannya yakni keindahan dan kejernihannya.”
Kemudian anak tersebut memasuki hutan, kemudian dia melihat anak sapi sedang merumput, lantas dia memanggilnya dengan mengatakan, “Saya bermaksud kepadamu dengan menyebut nama Rabb Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, Nabi Ismail ‘alaihissalam, dan Nabi Ishaq ‘alaihissalam.” Kontan sapi itu menengok ke arahnya dan berjalan mendekatinya sehingga sapi tersebut berdiri di hadapannya. Dia kemudian memegang lehernya dan menuntunnya.
Dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, tiba-tiba sapi tersebut bicara, “Wahai anak yang berbakti kepada kedua orang tua! Tunggangilah aku, alasannya yakni hal itu lebih meringankanmu.’
Anak tersebut berkata, “Sesungguhnya ibuku tidak memerintahkanku melaksanakan hal itu. Akan tetapi, dia berkata ‘peganglah lehernya.’”
Sapi itu berkata, “Demi Rabb Bani Israil, jikalau engkau menunggangiku, pasti kau tidak sanggup menguasaiku untuk selamanya. Ayo berangkat! Sungguh, jikalau engkau memerintahkan gunung melepaskan diri dari pangkalnya dan berjalan bersamamu, pasti ia melakukannya karena baktimu kepada ibumu.”
Lantas cowok tersebut berjalan bersama sapi menemui ibunya. Sang ibu berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau orang fakir. Engkau tidak mempunyai harta. Engkau kerepotan mencari kayu bakar di siang hari dan melaksanakan qiyamul lail di malam hari. Oleh alasannya yakni itu, pergilah. Jual sapi ini!”
Si anak bertanya , “Saya jual dengan harga berapa?”
Ibunya menjawab, “Tiga dinar. Engkau jangan menjual tanpa pertimbanganku.” Harga sapi telah dipatok tiga dinar. Sang anak pun berangkat ke pasar.
Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus malaikat semoga dia melihat makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya sekaligus untuk menguji cowok tersebut bagaimana baktinya kepada ibunya. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui hal tersebut.
Sang malaikat bertanya, “Kamu jual sapi ini dengan harga berapa?”
Dia menjawab, “Tiga dinar. Dengan catatan ibuku meridhainya.”
Lantas malaikat berkata, “Saya beli enam dinar. Tetapi engkau tidak perlu meminta persetujuan ibumu.”
Pemuda itu berkata, “Seandainya engkau memberiku emas seberat sapi ini pun, saya tidak akan mengambilnya melainkan dengan ridha ibuku.”
Kemudian dia membawa pulang sapi kepada ibunya dan dia menceritakan wacana harganya.
Lalu sang ibu berkata, “Kembali lagi! Juallah dengan harga enam dinar menurut ridha dariku.’
Dia pun berangkat ke pasar dan menemui malaikat. Sang malaikat bertanya, “Apakah engkau telah meminta persetujuan ibumu?”
Pemuda itu menjawab, “Beliau menyuruhku semoga tidak mengurangi harganya dari enam dinar dengan catatan saya meminta persetujuan ibu.”
Sang malaikat berkata, “Saya akan memberimu dua belas dinar.”
Pemuda itupun menolak, kemudian kembali kepada ibunya dan menceritakan hal tersebut kepadanya.
Ibunya berkata, “Sungguh, orang yang mendatangimu yakni malaikat dalam bentuk insan untuk mengujimu. Jika dia mendatangimu lagi, katakan padanya, ‘Apakah engkau memerintahkan kami untuk menjual sapi ini ataukah tidak?”
Pemuda itu pun melaksanakan hal tersebut, kemudian malaikat berkata, “Kembalilah kepada ibumu. Dan tolong sampaikan padanya, ‘Biarkanlah sapi ini. Sungguh Nabi Musa bin Imran ‘alaihissalam akan membelinya dari kalian untuk mengungkap korban pembunuhan seseorang di kalangan kaum Bani Israil. Janganlah engkau menjualnya kecuali dengan kepingan dinar yang memenuhi kulitnya. Oleh alasannya yakni itu, tahan dulu sapi ini.’”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menakdirkan orang-orang Bani Israil yang menyembelih sapi itu. Mereka terus-menerus menanyakan ciri-ciri sapi tersebut dan ternyata ciri-ciri yang diberikan sesuai dengan ciri-ciri sapi cowok shalih tersebut. Hal ini merupakan imbalan bagi cowok tersebut atas baktinya kepada sang ibu sebagai anugerah dan kasih sayang.
Akhirnya mereka pun membeli sapi tersebut dengan emas sepenuh kulit sapi. Lantas mereka menyembelih sapi tersebut kemudian memukulkan bab dari sapi kepada korban pembunuhan sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selanjutnya orang yang terbunuh bangkit; hidup lagi dengan izin Allah, sedang urat lehernya masih mengalirkan darah. Lalu dia berkata, “Yang membunuh saya yakni fulan.” Kemudian dia jatuh dan mati di tempatnya. Maka, si pembunuh terhalang menerima warisan.
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1
Artikel www.KisahMuslim.com